Jumat, 20 November 2009

untuk apa sekolah?

memeras otak sepanjang jarak waktu
memenjarakan diri di depan guru
konon, menyebutnya menghimpun ilmu
berserak rumus, logika dibuhul jadi satu
menyimpulnya dalam ingatan dan qolbu
apakah memang galibnya begitu?

rutinitas ini bergerak sepanjang hari
kecerdasan dan keterampilan jauh dari harap yang dinanti
banyak juga yang bertanya, kok jadi gini?
orang bilang jauh panggang dari api

anak-anak kita malah pintar berdusta
tak percaya? tanya berapa nilai mereka
jawabnya nilai sempurna adalah hasil penjumlahan kerja bersama
kejujuran menjadi barang langka
agaknya, praktik penyimpangan berakar di sana!

waktu terus beringsut dalam hitungan yang tak pernah surut
sementara guru masih menilai baik sang penurut
kurikulum dimaknai dengan cara butut
bagaimana tak menjadi buntut
mengejar kemajuan sambil terkentut-terkentut
lengkap sudah pendidikan sebagai gudang carut marut

zaman kini belajarlah sambil tertawa
jika perlu ledakkan isi kepala
susun logika, terus bertanya
temukan sumbu dunia dalam rangkaian kerja yang bermakna
robohkan tembok, pasang beribu jendela
biarkan setiap kepala melongok melihat dunia dengan cara berbeda
ajaklah memilih bintang tempat menggantung asa

(Heru Warsono)

Rabu, 02 September 2009

Bertetangga Mesti Santun

Hubungan bertetangga Indonesia dengan Malaysia terus saja menghangat. Ada-ada saja penyebabnya, mulai dari klaim budaya, TKI, hingga wilayah kedaulatan, susul menyusul seperti tidak ada habisnya. Seperti layaknya bertetangga dalam rumah tangga biasa, permasalahan selalu saja muncul, menyeruak, terjadi saling ejek, bahkan kadang bisa pula anak kita dijewer pula, setelah itu mereda dan berbaikan kembali seperti tidak ada apa-apa. Tapi itu hubungan rumah tangga yang hanya melibatkan sebagian kecil orang. Bagaimana halnya dengan hubungan kenegaraan yang melibatkan sedemikian banyak orang, dengan berbagai karakter, dan ingat pula sentimen kebangsaan yang nota bene memiliki tingkat kepekaan yang relatif tinggi. Maka wajar kalau disana-sini terjadi gejolak, tersulut oleh romantisme sejarah "GANJANG MALAYSIA". Apakah mesti itu yang kita akan lakukan.
hubungan bertetangga mesti dilandasi oleh semangat koeksistensi yang tinggi, jangan mudah terprovokasi. Semangat koeksistensi agaknya lebih mudah diucapkan ketimbang dipraktikkan, nyatanya iktikat baik kita untuk senantiasa menyelesaikan permasalahan dengan jalan damai senantiasa dinodai dengan berbagai tindakan yang tak terpuji dan provokasi dari Malaysia. Oleh sebab itu, tiba saaatnya kita mengunakan cara-cara tegas kepada mereka. Cara tegas yang beradab, biarlah pemerintah yang menyelesaikannya.
Kali ini kita kembali harus mengurut dada, karena nafsu klaim mereka terhadap wilayah kedaulatan Indonesia tak kunjung padam menyertai nafsu kepemilikan budaya. Lihat Pulau Jemur di Kepulauan Riau sekarang ini hendak diembatnya pula. silakan akses www. traveljournals.net mereka berusaha memasarkan potensi pulau tersebut untuk para wisatawan. Apa tidak gila itu? Tapi cool sajalah, kerahkan diplomat yang andal, siapkan TNI di garda depan, dan paling penting ubah kebijakan mengabaikan wilayah terluar menjadi wilayah penyangga yang harus mendapat perhatian penuh. Bravo Indonesia!
(heru warsono)


Jumat, 28 Agustus 2009

Plesetan Lagu Indonesia Raya (Terlalu)

Ada kegalauan membaca teks plesetan Lagu Indonesia Raya, atau lebih tepat bukan plesetan tetapi penghinaan, karena plesetan selalu ditujukan untuk guyonan (just joke), sedang ini tendensinya tak sekadar humor tetapi lebih ke pelecehan. Mestinya kita sama-sama mafhum bahwa negara memiliki kehormatan yang tidak boleh diacak-acak, antara lain (1) lambang negara (2) bendera kebangsaan, dan (3) lagu kebangsaan, sehingga penodaan terhadap tiga hal tersebut berkonsekwensi logis penghinaan terhadap negara.
Apapun tendensinya marilah kita berpikir jernih, tak perlu terpancing dengan melakukan hal yang sama, karena siapapun mereka harus diyakini bahwa mereka bertujuan untuk mengeruhkan suasana, sehingga apabila kita terpancing maka tercapailah tujuan mereka.
Namun, tidak berarti kita harus mengabaikan begitu saja, perlu ada tindakan tegas pemerintah yang dapat memberikan efek jera kepada penulis atau bahkan kepada negara asal. Mengapa? karena tindakan ini berangkai dengan berbagai tindakan claim Malaysia terhadap berbagai asset bangsa Indonesia, baik asset material maupun budaya.
Ayo kita dorong pemerintah untuk menyatakan sikap secara jelas, sementara kita sendiri cool-cool saja sembari terus berkarya untuk menampik penghinaan mereka dengan tindakan nyata. Yakinlah, bahwa kita lebih punya potensi untuk berjaya, SDM kita bukan kelas krupuk, lihat diberbagai event lomba ilmiah betapa anak-anak negeri ini terus mengukir prestasi, lihat pula SDA kita melimpah ruah. ini kekayaan yang tak terhingga, jika kita sabar menanggapi sekaligus sabar memanage diri kita tidak akan dihina orang. Yakinlah pula orang yang suka menghina adalah mereka yang tidak punya martabat, dan terbuktikan apakah claim terhadap kekayaan bangsa Indonesia oleh Malaysia sebagai tindakan bermartabat?
(heru warsono)